“Kok iteman sih lu sis...”
“Itu alis apa jalan tol sih sis? Hihihi.”
“Ih gemukan ya, pipinya chubby gitu.”
“Noh bibir lebar bener.”
Mungkin kita terlalu menganggap lumrah ketika melempar komentar tentang tubuh orang lain. Kalau orang yang kita komentari itu malah atau bilang nggak suka dengan komentar yang demikian itu, seringnya kita anggap orang itu terlalu baper.
Nggak cuma di kehidupan nyata, komentar-komentar negatif mengenai tubuh seseorang sering kita temukan.
Pernah dengan istilah body shaming?
Secara sederhana body shaming merupakan bentuk dari tindakan mengejek atau menghina dengan mengomentari fisik (bentuk maupun ukuran tubuh) dan penampilan seseorang.
Awal pekan lalu, sebuah unggahan dari Klinik Hukum tentang ancaman pidana tentang komentar citra tubuh viral. Bahkan, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil dan beberapa selebritas seperti Ivan Gunawan ikutan mengingatkan para netizen nyinyir yang demen mengomentari citra tubuh seseorang untuk berhenti melakukan body shaming karena ada ancaman pindana yang menunggu.
Dalam lama klinik hukum itu disebutkan, pelaku body shaming bisa dipidanakan dengan dasar penghinaan yang dilakukan melalui media sosial. Itu dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) , tepatnya pasal 27 ayat 3.
Mengomentari tampilan atau citra tubuh orang secara negatif memang sepertinya sepele.
Body shaming itu sebenarnya kebiasaan yang berbahaya dan berdampak serius pada korbannya, utamanya kesehatan psikis. Body Shaming bisa menghancurkan rasa percaya diri, menimbulkan stres, depresi sampai bunuh diri.
Mari kita cari tahu masalah ini bareng Ririe Bogar, founder Miss Big Indonesia. Penulis buku 'Cantik itu ejaannya bukan K.U.R.U.S' dan Anton Muhajir dari Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet).