Baru-baru ini, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mewacanakan untuk hadapi pelaku hoax dengan Undang-Undang Terorisme. Pasalnya ia menganggap pelaku hoax tak ubahnya pelaku teror. Ia pun mengaku bahwa Undang-undang tidaklah tabu untuk diubah meski tak bisa semerta-merta. Sifat progresif memungkinkan perubahan yang disesuaikan dengan lingkungan, teknologi, dan perilaku manusia yang terus berubah. Ketika hukum tak dapat lagi memenuhi standar untuk memberikan pencegahan, efek jera, dan sebagainya, ya harus diubah.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengaku melempar wacana tersebut untuk mencari terobosan atas merebaknya hoax yang menurutnya membahayakan. Ia melempar wacana itu ke publik agar pakar-pakar hukum dapat turut memikirkan hal ini.
Pakar Hukum Pidana, Abdul Fickar Hadjar menyebut bahwa hukuman untuk para pelaku hoax sudah ada diundang-undang nomor 1 tahun 46 dan UU ITE. Jika dirasa kurang tegas menurutnya lebih baik ditambah dengan sanksi yang sesuai. Ia khawatir, jika nantinya hoax disamakan dengan terorisme, maka undang-undang itu akan berpotensi menjadi undang-undang karet, yang bisa menjerat siapa saja yang menimbulkan ketakutan.
Masyarakat Anti Fintah Indonesia (Mafindo) menilai pemakaian Undang-Undang Terorisme untuk menjerat penyebar hoaks bukan jadi pilihan. Bahwa untuk menjerat penyebar hoaks, bisa dengan UU ITE tetapi UU tersebut juga menjadi pisau bermata dua.
Simak pernyataan dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto dan juga tanggapan dari Direktur Tim Fact Checker Mafindo Aribowo Sasminto.